DOA

‘Ya Allah, rahmatilah pembaca blog ini, sihatkan ia, ampunilah dosa-dosanya, berkatilah amalannya, janganlah Engkau balikkan hatinya setelah Engkau beri petunjuk dan hidayah kepadanya dan Ya Allah masukkanlah ia dan keluarganya kedalam syurga FirdausMu serta jauhkanlah ia dan keluarganya dari azab nerakaMu. Sesungguhnya Ya Allah, hanya kepada Engkau kami sembah dan hanya kepada Engkau sahajalah kami meminta pertolongan. Ya Allah jika rezeki pembaca blog ini masih diatas langit, turunkanlah ia, jika rezekinya di dalam bumi, keluarkanlah ia, jika rezekinya jauh, dekatkanlah ia, jika rezekinya haram, sucikanlah ia dan jika rezekinya sukar, Engkau permudahkanlah ia” Ya Allah kurniakanlah kepada kami segala kebaikan sebagaimana yang Engkau kurniakan kepada hamba-hamba Mu yang soleh.'

Monday, December 3, 2012

Mengurus Kemarahan


Kebanyakkan kita tidak mampu mengawal minda yang sihat dan agamanya disebabkan kemarahan. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan, “Marah itu bagai binatang buas. Bila engkau membebaskannya, ia akan menerkamu”. Mengapa? Kerana kemarahan dapat memisahkan peranan akal dan agama dalam kehidupan manusia, sehingga tidak mampu memandang, berpikir dan memilih dengan baik. Malah kemarahan dapat menjadikan pelakunya buta dan bisu dari segala nasihat dan peringatan yang disampaikan padanya. Kemudian lahirlah perbuatan-perbuatan yang tidak terkawal dan kita akan bertindak seperti orang tidak waras dan diluar batas kemanusiaan. Seandainya manusia itu melihat keadaan dirinya ketika marah, ia akan menampakkan bentuk dan mukanya yang tidak menyenangkan. Dalam keadaan seperti ini, akan keluar darinya perkataan dan perbuatan haram yang tidak mampu dimaafkan jika dilakukan ketika reda rasa marahnya. Bahkan terkadang mampu sampai merosakkan dan membinasakan kehidupan dunia dan akhiratnya, sebagaimana seekor binatang buas yang memangsa kawanannya sendiri.
Imam Muslim meriwayatkan, dari Imran bin Husain RA berkata: “Suatu ketika para sahabat sedang bersama Rasulullah SAW ketika dalam perjalanan, beliau mendengar ada seorang wanita Anshar yang sedang memaki dan melaknati binatang tunganggannya. Ketika mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda, “Ambilah barang-barangmu dari atas punggung unta itu dan tinggalkanlah ia, kerana ia terlaknat”. Wanita tersebut kehilangan seekor untanya dikeranakan satu ucapan yang terlontar ketika sedang marah. Rasulullah SAW tidak menganggap kecil persoalan ini dan beliau sangat bimbang jika seluruh rombongan terkena kecelakaan, kerana di dalamnya ada seekor binatang yang sudah terlaknat (dengan satu ucapan). Kemudian Rasulullah SAW mengingatkan umatnya agar tidak mendoakan kecelakaan untuk diri, anak, keluarga maupun hartanya. Kerana mampu jadi doanya bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa, lalu doanya pun terkabul, sehingga terjadilah bencana kerana satu kalimat saja.

Perlu diingat apa yang terjadi dengan lisan sewaktu marah berupa cacian, kata-kata kotor, ucapan talak dan sumpah terlarang, seperti seorang yang bersumpah untuk tidak masuk kerumah ibunya atau memutuskan tali persaudaraannya dan sebagainya merupa satu doa juga yang kalau termakbul maka terjadilah keadaan itu. Oleh kerana itu, takutlah kita kepada Allah dan bersungguh-sungguhlah untuk selalu menjaga lisan dari hal-hal ini, khususnya di saat marah. Ketahuilah, jika kita mampu untuk menahan lisan, tangan dan diri kita ketika marah, bermakna kita telah menjadi seorang yang betul-betul kuat, sebagaimana kesaksian Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai berjuang atau bertempur, hanya saja orang yang kuat adalah orang yang dapat menahan kemarahannya”.

Tips Menahan Kemarahan

1. Jangan mudah marah - Usahakan agar diri kita selalu berakhlak baik, seperti dermawan, berhemah, lemah lembut, malu, rendah hati, sabar, menahan diri dari kejumudan, lapang dada, pemaaf, selalu menampakkan senyum, berwajah manis dan sebagainya. Kerana jika jiwa kita memiliki akhlak-akhlak seperti ini dan mampu menjadi suatu kebiasaan niscaya hal itu akan dapat menahan marah ketika sebab-sebabnya terjadi. Hal ini sesuai dengan kaedah bahawa kepatuhan akan memperkuat hati dan memecahkan benteng besar dalam hati yang dipenuhi dengan sifat marah dan selalu menyuruh kepada kebiadapan. Bahkan seiring dengan waktu dan kesabaran, jiwa yang selalu menyuruh pada keburukan dapat berubah menjadi jiwa yang tenang.
2.Hendaknya marah seorang muslim hanya timbul kerana Allah SWT - Yang demikian dalam langkah membela agama dan sebagai wujud pembalasan bagi siapa saja yang membangkang terhadap Allah dan Rasul-Nya. Nabi Muhammad SAW tidak pernah membalas orang lain ketika hak-hak dirinya dilanggar. Namun bila ada larangan-larangan Allah yang dilanggar, maka tidak ada halangan apapun yang dapat menghentikan kemarahan beliau. Apabila menyaksikan atau mendengar sesuatu hal yang dibenci Allah SWT, beliau akan marah dan menyatakan langsung serta tidak membiarkannya.

3.Mengenali diri bahwa kita tidak berhak untuk marah dan balas dendam - Kerana hal itu merupakan keutamaan diri dengan keredhaan dan kemarahan untuk Penciptanya. Oleh kerana itu, kalau jiwa dibiasakan marah dan redha kerana Allah SWT secara lansung kita akan terlepas dari marah dan redha kerana kepentingan diri sendiri. Hendaklah diketahui bahawa sifat rela dan marah hanyalah kerana Allah SWT. Keduanya termasuk prioriti dari realisasi kalimat La Ilaha illallah, sedangkan balasan dari di sisi Allah SWT sangatlah besar. Allah SWT berfirman dalamsurat Ali-Imran: 134 : “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. Imam As-Sa’di RA berkata, “Maksudnya bila mereka mendapat kesakitan yang mengharuskan ia untuk marah, yaitu hatinya merasa sesak sehingga ia ingin membalas, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Mereka tidak memperturutkan tuntutan tabiat manusia. Namun mereka manahan kemarahan di dalam hatinya dan memaafkan manusia serta setiap orang yang menyakitinya, baik dengan perkataan maupun perbuatan”. Kemaafan lebih terasa dibandingkan dengan menyimpan dendam. Kerana pemberian maaf adalah dengan meningalkan sikap hendak membalas diiringi dengan sikap toleransi atas suatu tindak kejahatan. Ini semua hanya ada pada orang yang memiliki akhlak yang indah lagi baik dan tidak akan dimiliki oleh seorang yang berakhlak buruk.

4.Berdoa - Kerana keredhaan sebahagian besar manusia telah memasukannya ke dalam kebatilan dan kemarahannya telah mengeluarkannya dari koridor kebenaran serta menjerumuskannya kepada hal batil. Oleh kerana itu, marilah kita memohon kepada Allah SWT untuk mendapatkan perkataan yang benar, baik dalam keadaan redha maupun marah. Imam Ahmad, An-Nasa’I dan Ibnu Hibban meriwayatkan doa dari Ammar bin Yasir RA: “Aku mohon kepada-Mu dan kalimat yang hak dalam keadaan marah maupun redha”. Abu Hurairah RA juga meriwayatkan, “Abu Bakar RA bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat aku baca di pagi dan petang hari!’. Maka beliau bersabda, “Katakanlah: “Ya Allah, yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata! Wahai Rabb pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak diibadahi kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, syaitan dan bala tentaranya”. Beliau bersabda, “Bacalah ia ketika masuk waktu pagi dan petang dan bila engkau hendak berbaring (tidur)”. Kita membaca doa ini setiap pagi dan petang hari untuk berlindung dari kejahatan syaitan dan kejahatan jiwa. Terlebih lagi ketika kita dalam keadaan marah. Doa ini diulang sebanyak 10 kali sehari dengan syarat menghadirkan hati, kerana Allah SWT tidak akan mengabulkan doa yang bersumber dari hati yang malas dan lalai.
Ketika Kemarahan Terlanjur Membara

Ketika marah hadir, janganlah memperturutkan apa yang dituntut kemarahan kita. Berusahalah untuk menahan diri dari melakukannya dan redakan rasa marah tersebut, namun paksalah diri kita untuk tidak menuruti tuntutan kemarahan kita dan apa-apa yang diperintahkannya. Dengan demikian, akibat buruk dari kemarahan kita akan mampu dihindarkan atau bahkan kemarahan kita akan reda dan hilang dengan seketika, sehingga ketika itu seakan-akan kelihatan tidak pernah marah. Rasulullah SAW telah memerintahkan untuk menghilangkan sebab yang dapat memancu kemarahan, meredakannya dan mencegah nampak buruknya. Diantaranya :

1.Mengubah posisi dari berdiri ke duduk atau dari duduk menjadi berbaring - Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang diantara kamu marah, sedangkan ia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk agar hilang kemarahan darinya. Bila tidak, maka berbaringlah”. Tindakan ini ditujukan untuk menjauhkan diri dari sikap mendendam. Demikian berkah dari mengikuti Nabi SAW serta buah menjalankan perintahnya. Dari Abu Said Al-Khudhri RA, dalam salah satu khutbahnya Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah bahawa marah adalah bara yang dinyalakan pada lubang mulut anak Adam. Tidakkah kamu melihat matanya yang merah dan uratnya yang menegang? Oleh kerana itu, bila kalian mendapati sesuatu darinya, maka duduklah ditanah; duduklah!”. Maksudnya hendaklah ia menahan kemarahan dalam diri dan janganlah ia melampiaskanya pada orang lain dengan hinaan dan atau perbuatan lainnya. Itu semua merupakan jalan menuju melapangkan dada.

2.MembacaTa’awwudz - Maksudnya memohon perlindungan dan berdoa kepada Allah SWT dari godaan syaitan. Sulaiman bin Shurad RA berkata, “Suatu ketika aku duduk di sisi Nabi SAW ketika itu ada dua orang yang sedang bertengkar. Salah seorang diantara mereka wajahnya menjadi merah dan urat nadi lehernya menegang kerana marah, maka Nabi SAW bersabda, “Aku ajari kalian suatu kalimat. Seandainya ia mau mengucapkannya, niscaya akan hilang apa yang dirasakan. Ucapkanlah : “Aku berlindung kepada Allah dari syaitan”. Niscaya hilang apa yang dirasakan”. Kebanyakan manusia pada hari ini ketika marah kemudian membacata’awwudz, namun kalimat itu tidak ada pengaruhnya bagi mereka. Bererti isti’adzah mereka tidak ada gunanya. Lalu apa maksud dari semua ini? Jawabannya bahawa beristi’adzah harus disertai dengan pemahaman terhadap maksudnya disertai kembali dengan segera kepada Allah SWT dengan diiringi ucapan ta’awwudz tersebut. Apabila diucapkan hanya sebatas lisan tanpa adanya amalan hati, tidak berpengaruh bagi yang mengucapkannya.

3.Selalu mengingat bahwa balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan - Allah SWT berfiman dalam surat An-Nur: 22: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Juga sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang”. Demikian juga bila marah tersebut belum meledak. Ia juga harus mengingat bila ia membiarkan kemarahannya terus berkobar, niscaya ia juga tidak akan merasa aman dari kemarahan Allah SWT pada hari kiamat, hari ketika ia sangat mengharapkan keampunan-Nya. Harus menerima tuntutan dari orang yang dimarahi dan dimusuhinya, juga kesombongannya untuk menghancurkan kehormatan orang yang dimarahinya dan kegembiraan atas musibah yang menimpa orang yang dimusuhinya.

4.Selalu mengingat bahwa syaitan senantiasa berkehendak untuk mengoda dan menghalangi manusia dari kebaikan - Ketika perbuatan baik semakin bermanfaat bagi manusia dan semakin dicintai oleh Allah SWT, maka syaitan akan semakin dahsyat lagi dalam mengodanya. Oleh kerana itulah, menahan marah bererti telah mengumpulkan kebaikan dan meningalkan kecelakaan. Setelah itu syaitan akan mengoda manusia dengan mengirimkan pasukan pejalan kaki dan pasukan kudanya. Ia juga akan melemparkan anak panahnya untuk merosak perancangan serta melemahkan semangat orang yang beriman dan menjadikannya berputus-asa dalam menahan marah, emosi pelampiasan dan kekerasan. Ia pun berbisik, “Ini sudah merupakan cara kamu, kamu tidak perlu berusaha dan menyusahkan dirimu, kerana hal itu tidak ada manfaatnya bagimu”. Jadi seorang mukmin yang berkeinginan untuk tidak marah perlu mengetahui pintu-pintu masuk syaitan agar ia mampu menghalangi dan menahannya, yaitu dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah SWT.

5.Meningalkan perdebatan dan memilih sikap diam - Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ra berkata, “Diantara hal bermanfaat yang harus kita fahami adalah bahawa penghinaan orang lain kepada Anda, khususnya yang berupa kata-kata yang menyakitkan, tidak akan merugikan kita. Sebaliknya hal itu akan menyebabkan kerugian bagi mereka (orang-orang yang menghina kita). Kecuali jika kita menganggapinya, lalu membiarkan hal itu menguasai perasaan kita, maka pada saat itulah hal itu akan memberi mudarat kepada kita. Dan juga jika kita tidak memasukan penghinaan tersebut kedalam hati kita, maka sedikit pun hal itu tidak akan merugikan kita”.
6.Wudhu - Diriwayatkan dari Athiyah Sa’di ra Rasulullah SAW bersabda: “Syaitan merupakan makhluk yang diciptakan dari api, sedangkan api akan padam dengan air. Oleh kerana itu, jika salah seorang di antara kalian sedang marah, hendaklah ia berwudhu”. Dan diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri meriwayatkan secara marfu’: “Ketahuilah sesungguhnya kemarahan merupakan bara api dalam hati setiap anak Adam. Apakah engkau tidak memperhatikan merahnya mata dan tegangnya urat leher orang sedang marah? Oleh kerana itu, barangsiapa sedang marah, hendaklah ia bersegera untuk mengambil wudhu”.

Marah Boleh Kelihatan Pada Jasad

Marah dapat mempengaruhi saraf dan mengeluarkan horman adrenalin. Hormon ini merupakan inti dari kumpulan lemak yang ada di pinggang bahagian atas dan berfungsi sebagai lapisan penyerapan tubuh, serta menyediakan untuk menerima pengaruh-pengaruh goncangan saraf, diantaranya ketika marah. Hormon tersebut bergerak menuju ke saluran pankreas untuk menghentikan insulin dan akan menambah kadar gula dalam darah, sehingga akan menaikkan produktivitas gula dalam organ produksi minyak dalam tubuh, juga protein. Kemudian akan berpengaruh terhadap jantung, bahkan mampu mengakibatkan berhentinya detik jantung, hingga terjadilah kematian. Ia juga dapat menjadikan detik jantung bertambah cepat dan kuat, menepam lebih banyak darah, mengeluarkan banyak cairan keringat dan mempercepat denyut nadi serta meninggikan tekanan darah. Itulah yang disebut Nabi SAW dengan istilah serangan jantung. Maka cukuplah hal ini iaitu penyakit gula dan penyakit jantung sebagai peringatan bagi orang mukmin untuk selalu menahan marah atau meminimanya semampu mungkin dan hendaklah mempertimbangkan maslahat (nampak positif) dan mafsadat (nampak negatif) dari rasa marah.

Lihatlah  peringatan Allah SWT terhadap orang-orang beriman. Bila mereka tidak menjawab panggilan Allah dan Rasul-Nya, sungguh Allah akan menghalangi hatinya untuk dapat memahami kebenaran. Kalaupun memahami, maka ia tidak dapat merealisasikannya. Oleh kerana itu bersegeralah, untuk selalu mengambil manfaat dan bersungguh tanpa mengenal putus asa, hingga kita menang dengan mendapatkan semua kebaikan. Syahwat adalah api. Ketika kita menyalakannya, ia akan menjilat dan membakar kita. Sedangkan kemarahan adalah binatang buas, apabila kita membebaskannya keluar, niscaya ia akan memakan kita. Sedangkan orang mukmin yang bertakwa, jika ada rombongan syaitan yang merayunya untuk memperturutkan syahwat dan kemarahannya, penasihat dari Allah yang ada di dalam hatinya akan mengingatkannya agar tidak menempuh jalan-jalan yang penuh bahnagnya  api yang akan membakarnya, iaitu menuruti syahwat. Juga agar tidak melalui jalan yang dilewati binatang buas yang akan memangsanya, iaitu rasa marah. Ketika  itulah, seorang mukmin yang bertakwa akan ingat. Seolah-olah ia melihat syaitan hendak membinasakannya dengan memerangkapnya di suatukawasan yang lapang yang hijau dengan perangkap terkaman binatang buas. Oleh kerana itu, ia akan segera kembali dan berlindung kapada Allah SWT.

No comments: